Rabu, 21 Agustus 2019

Sebuah Titik Pemberhentian Pertama


Malam itu hatiku benar-benar berdebar-debar seperti gendang yang ditabuh sekeras-kerasnya. Seperti ketika kita berada di depan sound system dengan volume 100%. Jantung seakan-akan berdenyut lebih cepat dari biasanya. Malam itu aku merasakan yang namanya gejolak hati yang luar biasa. Tubuh ini secara otomatis guling ke kanan dan ke kiri tanpa henti, seakan tidak ada posisi yang pas untuk tidur. Mata inipun yang biasanya menunjukkan cahaya redupnya menjadi berbinar-binar, aku tak kuasa memadamkannya. Ya begitulah rasa yang tak bisa kudeskripsikan lagi, sesaat ketika mengirimkan 'draft pesan yang sudah kuketik dan kuhapus lagi, kemudian kuketik lagi' kepadamu.

Akhirnya kubiarkan mata ini terbuka hingga sang fajar menunjukkan cahayanya. Paginya aku merasakan sesuatu yang berbeda dalam tubuh ini. Biasanya jika semalaman tidak tidur, tubuh akan merasa lelah. Namun berbeda pada hari itu, aku tidak merasakan kelelahan sama sekali. Apa iya sebegitu dahsyatnya dampak dari malam itu, sehingga mampu memberikan nutrisi pada tubuh yang seharusnya sudah lelah?

Ahh,,,, hari itu adalah hari yang begitu luar biasa, dimana aku merasa lega. Seperti orang yang menjatuhkan tas carier ketika sampai di tempat istirahat yang pas saat mendaki sebuah gunung. Seperti orang yang meneguk air ketika berbuka puasa. Rasa lega yang mungkin tidak bisa dideskripsikan lagi. Benar-benar luar biasa.

Namun, meskipun hari itu aku merasa segar,tak bisa dipungkiri pikiran ini melayang kemana-mana. Menerka-nerka segala dampak yang akan terjadi setelah dua centang biru malam itu. Kebiasaan seorang coder yang otaknya dipenuhi if-else. Kemungkinan yang akan terjadi besok, lusa, minggu depan, bulan depan, tahun depan, bahkan 10 tahun yang akan datang pun sudah berada dalam angan-angan. Akibatnya hari itu kulalui dengan lamunan di sudut ruang kerja. Awalnya aku berada di depan komputer seperti biasanya, namun pikiranku tidak bisa fokus bekerja, sehingga aku beranjak ke bean-bag di pojokan dan merebahkan kepalaku di atasnya. Ku tutup pintu ruangan agar orang lain tak bisa melihat aku guling-guling aneh dan senyum-senyum sendiri di pojokan.

Hari demi hari berikutnya kulalui dengan pikiran, perasaan dan gelisah yang sama. Pikiran negatif dan positif bercampur aduk. Jika iya nanti seperti apa, jika tidak nanti nasibku bagaimana? Pertanyaan-pertanyaan itu selalu muncul dalam benak. Hingga akhirnya tiba pada hari itu.

Aku menyebut hari itu sebagai titik pemberhentian pertama, titik dimana aku memutuskan untuk berhenti melakukan pencarian. Jawaban yang kudapat pada tangal 20 Juni 2019 pukul 20:21 itu membuatku berhenti. Rasa syukur teramat dalam kupanjatkan kepadaNya yang menghadiahkan jawabah yang bisa membuatku cengar-cengir tanpa henti malam itu. Hal yang mungkin sudah lama tidak kurasakan.