Tak terasa sudah 5 bulan di Jogja. Hidup sebagai anak rantau ababil di Kota Gudeg untuk memenuhi kewajiban tolibul ilmi. Kenapa kubilang ababil? Karena meskipun kuliah dan ndekos di Jogja, aku tetap pulang kampung setiap 2 minggu sekali. Banyaknya pekerjaan di rumah mengharuskanku untuk sering bolak-balik Jogja-Nganjuk. Banyak hal yang harus ku-urus sehingga wajib pulang 2 minggu sekali.
Angkutan favoritku untuk memobilisasi pulang kampung atau sebaliknya adalah kereta. Yap, selain murah dan nyaman, kereta dapat di-andalkan untuk masalah ketepatan waktu. Berangkat dan tiba yang hampir jarang meleset. Aku biasa naik kereta Ekonomi Kahuripan untuk pulang dan kadang kereta Sri Tanjung untuk kembali ke Jogja. Namun dalam 1 bulan ini karena banyaknya urusan di rumah aku terpaksa untuk menunggangi kereta malam. Yang mana kereta malam kebanyakan adalah kereta Bisnis dan Eksekutif yang harganya 2-3 kali lipat kereta Ekonomi. Mau nggak mau aku harus naik itu, karena nggak ada pilihan reasonable yang lain.
Yap, dengan kereta Bisnis aku bisa sedikit lebih lama di rumah. Biasanya sampai Nganjuk sabtu pagi, kemudian dirumah bentar, selanjutnya aku berangkat ke basecamp sampai minggu malam, kadang sampai senin pagi. Senin sore aku harus kembali ke Jogja, karena jam 11 malam ada kelas yang harus kuikuti. Sangat singkat di rumah. Bulan ini kelas udah usai, aku bisa kembali lebih malam, biar bisa sedikit lebih lama ngobrol sama keluarga di rumah. Sehingga kuputusin buat naik kereta Bisnis dengan jadwal yang agak malam.
Itulah intermezo yang enggak penting dari tulisan ke 103 di blog ini, lanjut ke hal yang lebih penting untuk kita renungkan. Memang dari segi kecepatan, kereta Bisnis dan Eksekutif bisa di-andalkan. Namun, dari segi "sosial" sangat enggak banget bagiku. Jika di kereta Ekonomi dengan mudahnya kuhabisin perjalanan dengan obrolan ngalor-ngidul dengan penumpang lain yang sama sekali enggak kenal, di kereta Bisnis dan Eksekutif hal itu mustahil terjadi. Yap, rata-rata penumpang kereta Bisnis dan Eksekutif adalah orang dengan penampilan yang necis. Berbeda dengan penumpang kereta ekonomi yang campur baur mulai dari cewek cantik berhijab yang ramah dan orang tua yang cerewet yang suka ngajakin ngobrol padahal mata pengen tidur. Tapi hal itu yang menyenangkan yang enggak kudapati di kereta Bisnis dan Eksekutif. Mereka cenderung sibuk dengan orang lain yang ada jauh dari di tempat duduknya (gadget).
Hampir sembilan puluh koma sembilan sembilan persen penumpang kereta Bisnis & Eksekutif sibuk dengan gadget yang ada di tangan. Sisanya sibuk dengan membaca, entah itu buku atau majalah yang sudah disediakan di kantong kursi. Aku pernah mencoba mengajak penumpang di sampingku untuk ngobrol, namun obrolan itu enggak cair seperti di kereta ekonomi. Cenderung kaku, singkat dan akhirnya orang yang kuajak ngobrol sibuk lagi dengan gadgetnya. Sibuk dengan BBM, Whatsapp, Facebook dan aplikasi messenger sejenisnya. Sebenernya tidak cuma di kereta, fenomena merunduk ini sudah menggerogoti sebagian besar manusia di muka bumi ini. Mereka sibuk dengan orang jauh dan mengabaikan orang yang ada disampingnya. Kalau memang hal ini sebagai tanda kemajuan zaman, kalo boleh aku usul enggak maju zaman nya enggak apa2. Biar semua kembali ke komunikasi tradisional yang lebih mesra, anti salah paham dan dari hati ke hati. Kalau memang ini nggak bisa dihindari, aku usul agar ada Hari Tanpa Gadget tiap bulannya. hiks
~ Kereta yang Membisu ~
Jumat, 16 Desember 2016
Rabu, 14 Desember 2016
Bis Ramayana, Semarang, Lawang Sewu dan Kota Lama
Kamis (8/12), setelah presentasi Design UI Smart Birth, aku izin pulang untuk bergegas bersiap diri berangkat ke Semarang. Sampai di kos aku langsung packing dan sarapan. Bercelana biru berkaos oblong merah tanpa mandi aku bergegas berangkat ke Terminal Jombor di antar teman kos untuk mencari bis jurusan Semarang. Satu satunya alternatif transportasi publik dari Jogja ke Semarang adalah bis. Sudah kucek di aplikasi kereta api, tak ada kereta Jogja - Semarang.
Sampai di terminal sudah ada bis Ramayana jurusan Semarang yang ngetem menunggu keberangkatan. Segera kubeli tiket seharga 45 ribu dan masuk ke dalam bis. Aku mendapat kursi nomor 6, di sampingku sudah ada cewek dari sekolah pramugari. Terjadi obrolan singkat dan renyah selama perjalanan ke Semarang. Inilah yang kusuka ketika naik transportasi publik, selalu ada perbincangan di dalam perjalanan.
Setelah kurang lebih 3 jam perjalanan, aku sampai di Sukun - Banyumanik. Aku sudah janjian dengan seorang teman di Semarang. Dia bilang agar aku turun di Sukun, kemudian dia yang akan nyamperin di Sukun. Setelah menunggu kurang lebih 30 menit - an, temanku datang. Mungkin gegara jalanan yang begitu macet waktu itu. Baru berjalan beberapa km sudah disambut hujan, akhirnya kita putusin untuk mampir ke mushola sekaligus jama'-qoshor sholat dzuhur yang kutinggalkan ketika perjalanan tadi.
Hujan sudah mulai reda, dan kami melanjutkan perjalanan ke Lawang Sewu. Kurang lebih 15 menit kami sudah berada di loket Lawang Sewu. Aku sedikit penasaran dengan Lawang Sewu ini, karena setiap teman yang berkunjung ke Semarang pasti pamer foto Lawang Sewu. Dasar akunya nggak begitu jago motret, aku cuma punya beberapa foto Lawang Sewu yang mungkin angle nya juga kurang pas.
Foto yang seharusnya vintage, ditanganku terlihat biasa biasa saja yak. Emang dasar aku bukan potograper. Yang penting ada dokumentasi lah. Setelah puas jalan di Lawang Sewu, destinasi selanjutnya adalah Kota Lama yang lokasinya nggak jauh dari Lawang Sewu. Ini potret Kota Lama yang berhasil kujepret. Nggak bagus juga angle nya.
Lebih tepatnya salah angle, nggak mewakili kota tua sama sekali soalnya, cuman motret gereja aja. :D. Jangan tanya fotoku mana, nggak ada sama sekali, lebih tepatnya pada hancur hasil jepretannya. Entah partner yang fotoin aku juga nggak bakat atau emang aku yang nggak potojenik. Sekian yak catatan singkat tentang Bis Ramayana, Lawang Sewu dan Kota Lama.
Sampai di terminal sudah ada bis Ramayana jurusan Semarang yang ngetem menunggu keberangkatan. Segera kubeli tiket seharga 45 ribu dan masuk ke dalam bis. Aku mendapat kursi nomor 6, di sampingku sudah ada cewek dari sekolah pramugari. Terjadi obrolan singkat dan renyah selama perjalanan ke Semarang. Inilah yang kusuka ketika naik transportasi publik, selalu ada perbincangan di dalam perjalanan.
Setelah kurang lebih 3 jam perjalanan, aku sampai di Sukun - Banyumanik. Aku sudah janjian dengan seorang teman di Semarang. Dia bilang agar aku turun di Sukun, kemudian dia yang akan nyamperin di Sukun. Setelah menunggu kurang lebih 30 menit - an, temanku datang. Mungkin gegara jalanan yang begitu macet waktu itu. Baru berjalan beberapa km sudah disambut hujan, akhirnya kita putusin untuk mampir ke mushola sekaligus jama'-qoshor sholat dzuhur yang kutinggalkan ketika perjalanan tadi.
Hujan sudah mulai reda, dan kami melanjutkan perjalanan ke Lawang Sewu. Kurang lebih 15 menit kami sudah berada di loket Lawang Sewu. Aku sedikit penasaran dengan Lawang Sewu ini, karena setiap teman yang berkunjung ke Semarang pasti pamer foto Lawang Sewu. Dasar akunya nggak begitu jago motret, aku cuma punya beberapa foto Lawang Sewu yang mungkin angle nya juga kurang pas.
Foto yang seharusnya vintage, ditanganku terlihat biasa biasa saja yak. Emang dasar aku bukan potograper. Yang penting ada dokumentasi lah. Setelah puas jalan di Lawang Sewu, destinasi selanjutnya adalah Kota Lama yang lokasinya nggak jauh dari Lawang Sewu. Ini potret Kota Lama yang berhasil kujepret. Nggak bagus juga angle nya.
Lebih tepatnya salah angle, nggak mewakili kota tua sama sekali soalnya, cuman motret gereja aja. :D. Jangan tanya fotoku mana, nggak ada sama sekali, lebih tepatnya pada hancur hasil jepretannya. Entah partner yang fotoin aku juga nggak bakat atau emang aku yang nggak potojenik. Sekian yak catatan singkat tentang Bis Ramayana, Lawang Sewu dan Kota Lama.
Kamis, 17 November 2016
Ulang Tahun: Pencapaian, Resolusi dan Renungan
Kemaren (17/11/16), usiaku sudah 24 tahun. Enggak ada yang istimewa di usia ini. Hilal jodoh juga belum nampak. Yang ada adalah kompleksitas masalah yang kuhadapi di usia ini kian rumit. Dari masalah kuliah hingga urusan kerjaan yang kian rumit. Tidak lagi memikirkan 1 orang, tapi memikirkan banyak orang. Di kesempatan ini aku pengen membahas pencapaian, resolusi dan renungan di hari ulang tahunku ini. Dengan harapan di tahun berikutnya aku bisa menjadi orang yang lebih baik lagi.
$10,000/month. Dulu aku pernah mempunyai mimpi itu, aku pikir itu adalah hal yang sangat mustahil. Tapi seiring berjalannya waktu, Alhamdulillah Allah membukakan jalan itu, jalan yang enggak pernah kuduga. Tepatnya bulan Agustus kemaren aku berhasil meraih penghasilan itu hingga bulan ini. Syukur yang luar biasa atas karunia nikmat yang luar biasa ini.
Bikin Kantor. Yap, aku pengen bikin kantor yang disitu bisa digunakan bareng2 oleh teman2 yang ingin belajar bareng2 masalah internet marketing, Alhamdulillah tahun ini udah tercapai. Enggak besar, namun cukup untuk tiduran di lantai bersama 15 orang. Yang terpenting bisa ngumpul rutin untuk sukses bareng2. Setidaknya tiap hari ada aktifitas di kantor ini, entah ngobrolin project atau sebagai pelarian karena dirumah ditanyain nikah mulu.
S2. Aku pernah berfikir untuk lanjut S2, ya Alhamdulillah di tahun ini aku diberi kesempatan untuk melanjutkan perjalananku menuntuk ilmu di Jogjakarta. Semoga aku dikuatkan agar nanti bisa menyerap ilmu yang disampaikan dan bisa lulus tepat waktu.
Enggak banyak yang kucapai tahun ini, karena enggak banyak lagi yang ingin kukejar.
Yang pertama tentunya aku ingin segera mempunyai teman hidup (baca istri) agar aku punya motivasi yang lebih kuat untuk terus hidup dan berjuang. Enggak muluk2 yang penting solikhah, walaupun cantik enggak masalah :v.
Selanjutnya aku pengen besarin basecamp, bikin network yang bisa handel banyak orang, bisa membantu banyak orang. Ini sedang kugarap, semoga tahun depan bisa selesai dan mengudara.
Enggak banyak resolusiku, udah 2 itu saja.
Pencapaian
Tidak banyak hal yang kucapai di usia ini, namun beberapa target (dunia) sudah dapat kucapai tanpa kusadari dengan sendirinya. Mereka adalah:$10,000/month. Dulu aku pernah mempunyai mimpi itu, aku pikir itu adalah hal yang sangat mustahil. Tapi seiring berjalannya waktu, Alhamdulillah Allah membukakan jalan itu, jalan yang enggak pernah kuduga. Tepatnya bulan Agustus kemaren aku berhasil meraih penghasilan itu hingga bulan ini. Syukur yang luar biasa atas karunia nikmat yang luar biasa ini.
Bikin Kantor. Yap, aku pengen bikin kantor yang disitu bisa digunakan bareng2 oleh teman2 yang ingin belajar bareng2 masalah internet marketing, Alhamdulillah tahun ini udah tercapai. Enggak besar, namun cukup untuk tiduran di lantai bersama 15 orang. Yang terpenting bisa ngumpul rutin untuk sukses bareng2. Setidaknya tiap hari ada aktifitas di kantor ini, entah ngobrolin project atau sebagai pelarian karena dirumah ditanyain nikah mulu.
S2. Aku pernah berfikir untuk lanjut S2, ya Alhamdulillah di tahun ini aku diberi kesempatan untuk melanjutkan perjalananku menuntuk ilmu di Jogjakarta. Semoga aku dikuatkan agar nanti bisa menyerap ilmu yang disampaikan dan bisa lulus tepat waktu.
Enggak banyak yang kucapai tahun ini, karena enggak banyak lagi yang ingin kukejar.
Resolusi
Ada beberapa resolusi di usiaku yang udah hampir seperempat abad ini, mereka adalah:Yang pertama tentunya aku ingin segera mempunyai teman hidup (baca istri) agar aku punya motivasi yang lebih kuat untuk terus hidup dan berjuang. Enggak muluk2 yang penting solikhah, walaupun cantik enggak masalah :v.
Selanjutnya aku pengen besarin basecamp, bikin network yang bisa handel banyak orang, bisa membantu banyak orang. Ini sedang kugarap, semoga tahun depan bisa selesai dan mengudara.
Enggak banyak resolusiku, udah 2 itu saja.
Renungan
Aku sering merenung, hal apa yang bisa kulakukan dengan ilmu yang kumiliki ini. Aku ingin lebih banyak bermanfaat untuk orang lain. Semoga Allah segera membukakan jalanku untuk lebih bermanfaat untuk orang lain. Aamiiin...Selasa, 15 November 2016
Kakak Terbaik
Seorang wanita kelahiran 87, gendhut namun tetap manis. Dikaruniai seorang putri yang begitu cantik dengan lesung pipit di pipinya. Itulah kakakku, musuh berantemku dikala aku masih kecil hingga aku SMP. Tepatnya aku kehilangan teman duel ketika kakakku ini memutuskan untuk merantau ke negeri seberang setelah dia lulus SMK.
Semenjak kepergiannya ke negeri seberang aku yang notabene anak kedua menjadi seperti anak pertama, menjadi sok pengatur pada kedua adikku. Sepulangnya dari negeri seberang penampilannya berubah derastis. Dulu yang masih kumel, cupu berubah menjadi wanita yang begitu cantik dan langsing. Berbeda dengan sekarang, setelah menikah kini menjadi padat penuh berisi namun tetap manis karena lesung pipitnya.
Cukuplah kubahas tentang fisiknya. Sekarang aku kepengen bahas sifatnya. Kakakku ini berbeda 360 derajat dengan diriku. Ada yang bilang aku begitu kalem dan penyabar dan berbeda sekali dengan kakakku yang kaku dan kadang mudah disulut api amarah. Melihat keluarga atau adiknya dilecehkan atau direndahkan orang, begitu mudahnya dia emosi. Mungkin itu jiwa kakak yang notabene ingin menjadi pelindung bagi adik-adiknya.
Aku sangat mengerti dibalik sifat kaku kerasnya terdapat hati yang begitu tulus mencintai keluarga dan adik-adiknya. Aku sangat merasakan itu. Sekalipun dulu ketika kecil aku hampir tiap hari menangis oleh cakaran kukunya karena berantem adalah rutinitas pada kala itu. Aku sangat yakin hatinya begitu lembut dan begitu tulus untuk keluarga. Aku sangat merasakan itu ketika dia mulai berkeluarga dan kita tak lagi serumah. Aku selalu merindukannya.
Jarak fisik kita mungkin sangat jauh, namun hati kita mungkin sudah terhubung. Kadang ketika hati ini sedang rindu, dia tiba-tiba menelepon adiknya ini. Mungkin dia juga merasakan hal yang sama. Ikatan batin yang kuat antara adik dan kakak. Kadang ketika adiknya sedang galau, tiba-tiba dia muncul di telepon membuat suasana menjadi ceria. Tak pernah kulihat beban di wajahnya ketika aku bertemu dan bercanda ria. Padahal aku sangat tahu masalah yang sedang dihadapinya enggak kecil.
Semoga Allah selalu menjagamu wahai kakak terbaikku.
Semenjak kepergiannya ke negeri seberang aku yang notabene anak kedua menjadi seperti anak pertama, menjadi sok pengatur pada kedua adikku. Sepulangnya dari negeri seberang penampilannya berubah derastis. Dulu yang masih kumel, cupu berubah menjadi wanita yang begitu cantik dan langsing. Berbeda dengan sekarang, setelah menikah kini menjadi padat penuh berisi namun tetap manis karena lesung pipitnya.
Cukuplah kubahas tentang fisiknya. Sekarang aku kepengen bahas sifatnya. Kakakku ini berbeda 360 derajat dengan diriku. Ada yang bilang aku begitu kalem dan penyabar dan berbeda sekali dengan kakakku yang kaku dan kadang mudah disulut api amarah. Melihat keluarga atau adiknya dilecehkan atau direndahkan orang, begitu mudahnya dia emosi. Mungkin itu jiwa kakak yang notabene ingin menjadi pelindung bagi adik-adiknya.
Aku sangat mengerti dibalik sifat kaku kerasnya terdapat hati yang begitu tulus mencintai keluarga dan adik-adiknya. Aku sangat merasakan itu. Sekalipun dulu ketika kecil aku hampir tiap hari menangis oleh cakaran kukunya karena berantem adalah rutinitas pada kala itu. Aku sangat yakin hatinya begitu lembut dan begitu tulus untuk keluarga. Aku sangat merasakan itu ketika dia mulai berkeluarga dan kita tak lagi serumah. Aku selalu merindukannya.
Jarak fisik kita mungkin sangat jauh, namun hati kita mungkin sudah terhubung. Kadang ketika hati ini sedang rindu, dia tiba-tiba menelepon adiknya ini. Mungkin dia juga merasakan hal yang sama. Ikatan batin yang kuat antara adik dan kakak. Kadang ketika adiknya sedang galau, tiba-tiba dia muncul di telepon membuat suasana menjadi ceria. Tak pernah kulihat beban di wajahnya ketika aku bertemu dan bercanda ria. Padahal aku sangat tahu masalah yang sedang dihadapinya enggak kecil.
Semoga Allah selalu menjagamu wahai kakak terbaikku.
Jumat, 07 Oktober 2016
Jogja, Aku, Dia dan Mereka
Mimpi tadi malam membuatku ingin menuliskan sesuatu di blog ini. Mimpi tadi malam benar-benar menakutkan "untuk orang pemberani seperti saya". Saya tak perlu menceritakan mimpi itu, yang jelas hari ini aku mau curhat ke blog ini tentang kesanku hidup di perantauan di tanah Jogja.
Ini adalah hari ke 82 "Aku" tinggal di Jogja. Banyak sekali hal-hal yang kualami selama 82 hari di tempat istimewa ini. Tinggal sendiri di kos membuatku sering merindukan "Mereka", ayah, ibu, adek dan teman-temanku di Nganjuk. Tak dapat dipungkiri rasa rindu itu kadang menyiksa batinku, aku pernah bilang kepada temanku kalau aku lagi keluar rumah, aku tak pernah kepikiran rumah. Namun pada faktanya aku selalu teringat rumah, selalu kepikiran bagaimana kondisi ayah, ibu dan adik2ku. Semoga mereka selalu baik-baik saja. Air mata ini selalu saja menetes dengan sendirinya tatkala aku mencoba untuk kuat menahan rinduku pada mereka. Ini adalah pertama kali aku merantau meninggalkan tanah kelahiranku, mungkin aku begitu cengeng tapi inilah yang aku rasakan. Aku menjadi orang yang begitu lemah tanpa mereka di sini.
Tak kuat lagi aku menulis, air mata ini sudah membanjiri wajah sok kuat ku. Mungkin akan kulanjutkan di lain waktu.
Ini adalah hari ke 82 "Aku" tinggal di Jogja. Banyak sekali hal-hal yang kualami selama 82 hari di tempat istimewa ini. Tinggal sendiri di kos membuatku sering merindukan "Mereka", ayah, ibu, adek dan teman-temanku di Nganjuk. Tak dapat dipungkiri rasa rindu itu kadang menyiksa batinku, aku pernah bilang kepada temanku kalau aku lagi keluar rumah, aku tak pernah kepikiran rumah. Namun pada faktanya aku selalu teringat rumah, selalu kepikiran bagaimana kondisi ayah, ibu dan adik2ku. Semoga mereka selalu baik-baik saja. Air mata ini selalu saja menetes dengan sendirinya tatkala aku mencoba untuk kuat menahan rinduku pada mereka. Ini adalah pertama kali aku merantau meninggalkan tanah kelahiranku, mungkin aku begitu cengeng tapi inilah yang aku rasakan. Aku menjadi orang yang begitu lemah tanpa mereka di sini.
Tak kuat lagi aku menulis, air mata ini sudah membanjiri wajah sok kuat ku. Mungkin akan kulanjutkan di lain waktu.
Minggu, 11 September 2016
Be Useful to Others
Being useful to others is not easy. Begin this time, I must be able to be useful to others. Ganbate!
Rabu, 16 Maret 2016
Sumber Manik, Uji Kuatnya Kakimu Temukan Indahnya Alam Nganjuk yang Tersembunyi
Minggu (13/3/2016), kami bertiga (Kamandoko, Topik dan Saya) berkumpul di kediaman Anwar Khusaini yang terletak di Desa Ngepeh - Loceret, 1 kilometer dari monumen Dr. Soetomo. Sudah lama kami tak berjumpa dan duduk ngopi bersama apalagi ngalas bersama, mengingat dulu kami sering melakukan kegiatan di hutan bersama waktu SMK. Obrolan garing mulai terjadi, guyonan2 yang mengingatkan kisah lucu saat SMK pun muncul. Dan akhirnya kami memaksa Kusen (panggilan untuk Anwar Khusaini) untuk ikut kami mencari keberadaan Air Terjun Sumber Manik yang akhir2 ini sedang diekpos oleh warga media sosial Nganjuk. Tanpa ba bi bu yang panjang, Kusen pun mengiyakan ajakan kami, yang memang sudah lama kita nggak ngalas bareng. Tanpa persiapan apapun akhirnya kami berempat memulai perjalanan menuju Air Terjun Sumber Manik pada pukul 10 lebih beberapa menit.
Perjalanan dimulai dari Ngepeh, melewati Desa Mojoduwur kemudian menuju Desa Ngetos yang merupakan lokasi dari Air Terjun tersebut. Setelah melakukan perjalanan kurang lebih 20 menit akhirnya kami berhenti karena kami tidak tahu lokasi Air Terjun tersebut dan memutuskan untuk bertanya kepada orang tua yang kebetulan sedang beristirahat dari perjalanannya membawa rumput. Beliau bilang jalan yang kami ambil salah, jalan menuju Air Terjun Sumber Manik sudah terlewat jauh, kami sedang berada pada jalan menuju Hargo Jali. Dari penuturan orang tua tersebut Hargo Jali adalah makam dari sesepuh Desa, yang kerap dikunjungi orang-orang dari berbagai kalangan yang terletak di tengah hutan. Tanpa pikir panjang si Kusen dengan rasa penasarannya memutuskan untuk melanjutkan perjalanannya menuju Hargo Jali dan menomorduakan tujuan semula kami ke Air Terjun Sumber Manik.
Setelah berpamitan dengan orang tua yang kami temui tadi, kami ikuti Kusen menuju jalan yang katanya adalah jalan menuju Hargo Jali. Jalan yang kami lalui sangatlah jelek, sebagian besar masih makadam tapi .pemandangan alam yang kami lewati sungguh tak kalah dengan pemandangan alam yang biasa kami temui di perjalanan menuju Malang. Ternyata Nganjuk juga punya alam yang begitu indah. Kurang lebih 30 menit kami dalam pencarian, akhirnya kami sampai di Hargo Jali. Di sana tampak kerumunan orang yang tak sedikit. Berdasarkan informasi dari salah satu pengunjung, ternyata di sana sedang ada outbond yang diselenggarakan oleh Kecamatan Ngetos.
Setelah memarkir kendaraan kami, kami melanjutkan perjalanan menuju makam Hargo Jali dengan jalan kaki. Karena tak lagi memungkinkan untuk menggunakan kendaraan. Keringat bercucuran men, tangga yang harus kita lalui sangat panjang, licin dan terjal. Untuk orang yang sudah lama tidak ngalas sangatlah berat. Setelah sampai di dasar, kami tidak menemukan makam Hargo Jali, kami hanya menemukan sebuah masjid yang sedang dipenuhi peserta outbond. Jadi di sini kami hanya menikmati keindahan alam yang disuguhkan di sekitar lokasi makam Hargo Jali. Setelah puas, akhirnya kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan menuju Air Terjun Sumber Manik.Untuk menuju parkiran ternyata membutuhkan energi yang ekstra ketimbang turun dari parkiran. Kepala sempat pusing dan berat. Namun hujan mulai turun dan membuat kami bergegas meninggalkan Hargo Jali dan melanjutkan ke Air Terjun Sumber Manik.
Setelah 30 menit bertolak dari Hargo Jali akhirnya kami menemukan spanduk yang bertuliskan Air Terjun Sumber Manik. Kemudian kami berhenti, ternyata di dekat spanduk tersebut terdapat petunjuk arah menuju Air Terjun tersebut. Tanpa pikir panjang, kami langsung ikuti petunjuk arah tersebut. Kurang lebih 20 menit dari petunjuk arah tersebut akhirnya kami sampai di parkiran Air Terjun. Jalan menuju parkiran ini tak kalah beratnya dengan jalan menuju Hargo Jali tadi, karena memang masih full makadam dan licin jika terguyur hujan.
Setelah sampai di parkiran, kami tak langsung melanjutkan perjalanan menuju Air Terjun. Namun kami memutuskan untuk istirahat sejenak di penjual es yang berada di parkiran untuk melepas dahaga dan lelah kami dengan segelas es teh dan secangkir kopi untuk Kusen. Dari hasil percakapan kami dengan penjual es tersebut, Air Terjun masih terletak kurang lebih 1-2 km dari parkiran. Itu artinya kita harus berjalan sejauh itu untuk menuju Air Terjun. Pantang pulang sebelum perang, pantang kering sebelum basah (peribahasa mana coba). Setelah sempat ragu mau lanjut atau tidak, akhirnya kami tetap lanjut menuju air terjun setelah kami rasa dahaga dan lelah sudah berkurang.
Sesuai dugaan, jalan yang harus kami lalui mudah, kami harus berjalan ditengah sawah yang naik turun. Sesaat kami berhenti karena kelelahan. Namun setelah berjalan kurang lebih 30 menit akhirnya kami sampai di air terjun. Segala lelah dan dahaga mendadak sirna setelah kami melihat begitu alaminya air terjun ini. Walaupun tak setinggi Sedudo yang merupakan ikon wisata Nganjuk. Rasa lelah kami terobati setelah terguyur air terjun Sumber Manik dan mandi di bawahnya.
Setelah kami rasa cukup mandi dan foto2nya, akhirnya kami memutuskan untuk kembali ke atas karena arus sungai sudah mulai deras dan hujan sudah menunjukkan kedatangannya. Lelah dan penasaran kami terobati sudah dengan sajian alam yang begitu alami di pejalanan dan di lokasi Air Terjun. Selamat mencoba!
Perjalanan dimulai dari Ngepeh, melewati Desa Mojoduwur kemudian menuju Desa Ngetos yang merupakan lokasi dari Air Terjun tersebut. Setelah melakukan perjalanan kurang lebih 20 menit akhirnya kami berhenti karena kami tidak tahu lokasi Air Terjun tersebut dan memutuskan untuk bertanya kepada orang tua yang kebetulan sedang beristirahat dari perjalanannya membawa rumput. Beliau bilang jalan yang kami ambil salah, jalan menuju Air Terjun Sumber Manik sudah terlewat jauh, kami sedang berada pada jalan menuju Hargo Jali. Dari penuturan orang tua tersebut Hargo Jali adalah makam dari sesepuh Desa, yang kerap dikunjungi orang-orang dari berbagai kalangan yang terletak di tengah hutan. Tanpa pikir panjang si Kusen dengan rasa penasarannya memutuskan untuk melanjutkan perjalanannya menuju Hargo Jali dan menomorduakan tujuan semula kami ke Air Terjun Sumber Manik.
Setelah berpamitan dengan orang tua yang kami temui tadi, kami ikuti Kusen menuju jalan yang katanya adalah jalan menuju Hargo Jali. Jalan yang kami lalui sangatlah jelek, sebagian besar masih makadam tapi .pemandangan alam yang kami lewati sungguh tak kalah dengan pemandangan alam yang biasa kami temui di perjalanan menuju Malang. Ternyata Nganjuk juga punya alam yang begitu indah. Kurang lebih 30 menit kami dalam pencarian, akhirnya kami sampai di Hargo Jali. Di sana tampak kerumunan orang yang tak sedikit. Berdasarkan informasi dari salah satu pengunjung, ternyata di sana sedang ada outbond yang diselenggarakan oleh Kecamatan Ngetos.
Setelah memarkir kendaraan kami, kami melanjutkan perjalanan menuju makam Hargo Jali dengan jalan kaki. Karena tak lagi memungkinkan untuk menggunakan kendaraan. Keringat bercucuran men, tangga yang harus kita lalui sangat panjang, licin dan terjal. Untuk orang yang sudah lama tidak ngalas sangatlah berat. Setelah sampai di dasar, kami tidak menemukan makam Hargo Jali, kami hanya menemukan sebuah masjid yang sedang dipenuhi peserta outbond. Jadi di sini kami hanya menikmati keindahan alam yang disuguhkan di sekitar lokasi makam Hargo Jali. Setelah puas, akhirnya kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan menuju Air Terjun Sumber Manik.Untuk menuju parkiran ternyata membutuhkan energi yang ekstra ketimbang turun dari parkiran. Kepala sempat pusing dan berat. Namun hujan mulai turun dan membuat kami bergegas meninggalkan Hargo Jali dan melanjutkan ke Air Terjun Sumber Manik.
Setelah 30 menit bertolak dari Hargo Jali akhirnya kami menemukan spanduk yang bertuliskan Air Terjun Sumber Manik. Kemudian kami berhenti, ternyata di dekat spanduk tersebut terdapat petunjuk arah menuju Air Terjun tersebut. Tanpa pikir panjang, kami langsung ikuti petunjuk arah tersebut. Kurang lebih 20 menit dari petunjuk arah tersebut akhirnya kami sampai di parkiran Air Terjun. Jalan menuju parkiran ini tak kalah beratnya dengan jalan menuju Hargo Jali tadi, karena memang masih full makadam dan licin jika terguyur hujan.
Setelah sampai di parkiran, kami tak langsung melanjutkan perjalanan menuju Air Terjun. Namun kami memutuskan untuk istirahat sejenak di penjual es yang berada di parkiran untuk melepas dahaga dan lelah kami dengan segelas es teh dan secangkir kopi untuk Kusen. Dari hasil percakapan kami dengan penjual es tersebut, Air Terjun masih terletak kurang lebih 1-2 km dari parkiran. Itu artinya kita harus berjalan sejauh itu untuk menuju Air Terjun. Pantang pulang sebelum perang, pantang kering sebelum basah (peribahasa mana coba). Setelah sempat ragu mau lanjut atau tidak, akhirnya kami tetap lanjut menuju air terjun setelah kami rasa dahaga dan lelah sudah berkurang.
Sesuai dugaan, jalan yang harus kami lalui mudah, kami harus berjalan ditengah sawah yang naik turun. Sesaat kami berhenti karena kelelahan. Namun setelah berjalan kurang lebih 30 menit akhirnya kami sampai di air terjun. Segala lelah dan dahaga mendadak sirna setelah kami melihat begitu alaminya air terjun ini. Walaupun tak setinggi Sedudo yang merupakan ikon wisata Nganjuk. Rasa lelah kami terobati setelah terguyur air terjun Sumber Manik dan mandi di bawahnya.
Setelah kami rasa cukup mandi dan foto2nya, akhirnya kami memutuskan untuk kembali ke atas karena arus sungai sudah mulai deras dan hujan sudah menunjukkan kedatangannya. Lelah dan penasaran kami terobati sudah dengan sajian alam yang begitu alami di pejalanan dan di lokasi Air Terjun. Selamat mencoba!
Langganan:
Postingan (Atom)